GfM7GfzpGpW0BUOlGfO8TSCiBY==

Muncul Dugaan Rekayasa dalam Kasus Kekerasan Seksual SMA SPI Batu

Muncul Dugaan Rekayasa dalam Kasus Kekerasan Seksual SPI Kota Batu
Kuasa hukum JE, Jeffry Simatupang, Ditho Sitompoel, dan Philipus Sitepu saat diwawancarai awak media usai persidangan. (Dok. Har)

PEWARTA.CO.ID - Kasus kekerasan seksual yang menjerat terdakwa JE, pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu memasuki persidangan ke-21. Dalam fakta terbaru, mencuat dugaan rekayasa kasus tersebut karena motif persaingan bisnis.

Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa, Jeffry Simatupang usai mengikuti jalannya persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (6/7/2022).

Jeffry menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan terdakwa diketahui banyak fakta yang terungkap. Terlebih sanggahan JE dilengkapi dengan bukti yang kuat, sehingga pihaknya merasa yakin jika kliennya tersebut tidak bersalah.

"Pada intinya keterangan terdakwa sesuai dengan bukti yang lain, baik dari saksi seperti alat bukti surat maupun paspor. Dimana terdakwa tidak melakukan sesuai yang didakwakan, karena semua sudah bersesuaian. Maka, kami yakin dan percaya dari hasil sidang pemeriksaan jika klien kami memang tidak bersalah. Dakwaan dari JPU juga tidak bisa dibuktikan," kata Jeffry saat ditemui Pewarta.

Sementara itu, Ditho Sitompoel kuasa hukum JE lainnya mengungkapkan, pihaknya menduga kasus kekerasan seksual yang membelit kliennya tersebut sengaja dibuat atas dasar persaingan bisnis.

"Ya, karena ada fakta yang menyatakan bahwa dibalik perkara ini ada motivasi persaingan bisnis dan ada yang merancang, selain itu juga ada rekayasa yang dibuat untuk menjatuhkan klien kita," ungkap Ditho. 

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum JE lainnya Philipus Harapenta Sitepu mencurigai adanya keganjilan dalam kasus ini. Hal itu dibuktikan dengan jumlah korban yang tidak konsisten. Ia menduga banyak yang mengaku sebagai korban sejak kasus ini muncul ke publik.

"Pertama 60 korban, (lalu) 30 korban kemudian 12 korban yang pada akhirnya diperiksa di pengadilan hanya satu orang yang diduga sebagai korban, yang bilang pernah di cabuli pada tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian. Padahal di tanggal, bulan dan tahun tersebut klien kami berada di Singapura, karena telah dibuktikan dengan pencocokan adanya alat bukti berupa paspor," kata Philipus.

Philipus juga menegaskan, jika memang ingin melaporkan sesuai yang didakwakan seharusnya korban dapat memberikan pembuktian secara detil.

"Pembuktian harus detail, dia dicabuli jam berapa, tanggal berapa, sore, malam, tahun berapa? Jadi, kalau hanya bilang pertengahan tahun itu banyak. Dan di tanggal tersebut, klien kami berada di Singapura," paparnya.

"Punya bukti nggak kalau menuduh? Jadi kalau asal menuduh, kalau begitu maka kita semua bisa kena kriminalisasi hanya dengan asumsi-asumsi tanpa adanya pembuktian. Jadi, buktikan di pengadilan," sambungnya.

Philipus juga membeberkan jika kasus ini telah ditunggangi oleh oknum tertentu. Bahkan ia menyebut ada yang sengaja mendanai agar kasus tersebut terus bergulir. Namun saat ditanya siapa oknum yang dimaksud ia enggan berkomentar lebih jauh.

"Salah satu dari mereka kita hadirkan sebagai saksi bilang, bahwa pekerjaan mereka yang ada di sana hanya merekayasa perkara ini. Mereka juga digaji setiap bulannya berkisar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta hanya untuk perkara ini dari tahun 2021 sampai saat ini, karena yang mendanai sudah mengakui dan terungkap di persidangan. Tapi kalau rekan media tanya siapa namanya, kami tidak bisa menyampaikan," tandasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Pewarta.co.id, agenda persidangan selanjutnya akan diadakan pada 20 Juli 2022 mendatang.


Tonton juga video berita Indonesia viral 2024 di bawah ini dari kanal YouTube resmi Pewarta.



Dapatkan berita Indonesia terkini viral 2024, trending, serta terpopuler hari ini dari media online Pewarta.co.id melalui platform Google News.

Ketik kata kunci lalu Enter

close