Aturan Jam Malam Siswa di Aceh Dinilai Perlu Didukung Sosialisasi yang Masif
![]() |
Wakil Ketua MPD Nagan Raya, Aceh, Ardiansyah. (Dok. Acehinfo.id). |
PEWARTA.CO.ID - Kebijakan baru mengenai pembatasan aktivitas siswa pada malam hari di Aceh menuai beragam reaksi. Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Nagan Raya menyatakan dukungannya atas penerapan aturan tersebut, namun menegaskan pentingnya sosialisasi menyeluruh agar kebijakan tidak disalahartikan sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan siswa.
Wakil Ketua MPD Nagan Raya, Ardiansyah, menilai bahwa setiap aturan baru pasti akan menimbulkan dinamika tersendiri di tengah masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya, pendekatan komunikasi yang baik menjadi kunci agar kebijakan ini dapat diterima dan diterapkan secara efektif oleh semua pihak.
“Setiap ada aturan pasti ada dinamika, maka harus ada sosialisasi yang baik di tengah-tengah masyarakat, jangan sampai edaran yang diterbitkan ini seolah-olah membatasi kreatifitas dan mengekang untuk lebih mandiri,” ujar Ardiansyah di Nagan Raya, Selasa (13/5/2025).
Pemerintah Aceh sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 400.3.8/5936 Tahun 2025 tentang Pengendalian Aktivitas Murid pada Malam Hari. Surat edaran ini mengatur bahwa siswa sebaiknya tidak lagi berada di luar rumah setelah pukul 22.00 WIB.
Ardiansyah menyambut baik kebijakan ini dan mendorong semua pihak, mulai dari instansi pendidikan hingga masyarakat umum, untuk turut mengawal pelaksanaannya. Ia menegaskan bahwa upaya penegakan aturan tidak cukup hanya bergantung pada pemerintah atau sekolah saja.
“Kita mendorong semua pihak untuk mendukung surat edaran tentang jam malam bagi siswa. Tentunya aturan ini harus melibatkan semua pihak,” tambahnya.
Sebagai akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pelita Nusantara (STIAPEN) Nagan Raya, Ardiansyah menekankan perlunya kerja sama lintas elemen masyarakat, termasuk tokoh adat dan agama, agar tujuan dari edaran tersebut dapat tercapai.
Ia menyadari bahwa pembatasan aktivitas malam ini bisa dianggap kontroversial, terutama bagi kalangan siswa yang terbiasa melakukan kegiatan sosial atau belajar kelompok di malam hari.
"Bisa saja aturan ini dianggap membatasi kebebasan untuk bersosialisasi, menghambat kreatifitas dan mengekang kebebasan untuk lebih mandiri, maka perlu dilakukan sosialisasi yang masif di tengah-tengah masyarakat terutama para orangtua," jelasnya.
Karena itu, menurutnya, peran orangtua sangat vital dalam mengawasi anak-anak mereka agar tetap berada di rumah setelah jam yang ditentukan. Salah satu cara pengawasan yang disarankan adalah pemberlakuan lembar pemantauan kegiatan siswa yang diketahui oleh orangtua.
“Penegakan dan pengawasan dari edaran ini berada pada orangtua, bagaimana orangtua harus memastikan anak sudah berada di rumah pada pukul 22.00 WIB,” tegas Ardiansyah.
Ardiansyah berharap implementasi edaran ini akan memberi dampak positif bagi dunia pendidikan di Aceh, khususnya dalam membangun karakter siswa yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan fokus terhadap pendidikan.
Ia juga mengingatkan bahwa sosialisasi bukan hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi harus disertai dengan dialog aktif untuk menjawab keraguan dan menciptakan pemahaman bersama.