Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Bahlil Lahadalia Siapkan Regulasi Legalitas untuk Sumur Minyak Rakyat

Bahlil segera legalkan sumur minyak rakyat
Menteri ESDM yang juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia (depan dua kanan) saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (2/5/2025). (Dok. ANTARA)

Semarang, Pewarta.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun langkah konkret untuk melegalkan aktivitas pengeboran minyak rakyat yang selama ini berlangsung secara ilegal.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kegiatan tersebut akan segera dinaungi oleh regulasi agar masyarakat bisa tetap melakukan produksi minyak dengan kepastian hukum.

Dalam pernyataannya usai menghadiri Musyawarah Daerah XI Partai Golkar di Semarang pada Jumat (1/5/2025), Bahlil menuturkan bahwa ia menerima banyak aspirasi dari pelaku usaha kecil, koperasi, hingga masyarakat lokal mengenai perlunya payung hukum atas sumur-sumur minyak kecil yang selama ini tidak tersentuh oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Saya mendapat aspirasi dari banyak kelompok masyarakat, UMKM dan koperasi. Selama ini kan ada 'illegal drilling'. Kemudian, ada sumur-sumur kecil yang tidak dapat dikelola lagi oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama)," katanya menjawab pers, usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar di Semarang, Jumat.

Meski ilegal, kegiatan pengeboran tersebut tetap berlangsung karena menjadi sumber ekonomi penting bagi warga sekitar.

Bahlil pun menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menutup mata terhadap realitas tersebut dan akan mengatur aktivitas itu melalui Peraturan Menteri (Permen).

"Maka kami memperjuangkan lewat Permen (peraturan menteri) agar sumur-sumur masyarakat yang tadinya tidak dikelola atau ilegal di lingkungan itu, kami akan buat payung hukumnya," katanya.

Dengan diberlakukannya aturan ini, Bahlil berharap masyarakat tidak lagi harus bermain "kucing-kucingan" dalam menjalankan usaha pengeboran minyak skala kecil.

"Jadi, masyarakat sudah bisa mengelola secara legal. Tidak lagi dikejar-kejar oleh oknum-oknum yang lain," kata Ketua Umum Partai Golkar itu.

Ia juga menyoroti potensi besar yang dimiliki wilayah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, di mana terdapat sejumlah sumur minyak kecil yang selama ini dikelola oleh warga.

Pemerintah, menurutnya, harus memberi ruang agar hasil sumber daya alam ini dapat dinikmati langsung oleh masyarakat, bukan hanya oleh korporasi besar.

"Masyarakat harus mendapatkan manfaat yang lebih banyak. Jangan hanya dimiliki oleh pemerintah dan konsesi-konsesi besar KKKS. Tetapi, sumur-sumur kecil yang bisa dikeruk oleh koperasi, oleh UMKM, oleh masyarakat. Kita harus serahkan," katanya.

Dijelaskan pula bahwa saat ini rancangan Permen tersebut sedang dalam tahap pembahasan.

Harapannya, kebijakan ini dapat menjadi bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap penguatan ekonomi rakyat di daerah-daerah.

"Ini adalah sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam memberikan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan ekonominya di daerah," kata Bahlil.

Potensi ribuan sumur minyak tua

Berdasarkan data dari ANTARA, di Indonesia terdapat sekitar 44.900 sumur minyak. Namun, hanya sekitar 16.500 yang masih produktif.

Dari jumlah itu, sekitar 13.824 tergolong sebagai sumur tua, yakni sumur yang dibor sebelum tahun 1970.

Sementara itu, diperkirakan ada 4.500 hingga 8.000 sumur minyak ilegal yang tersebar di berbagai wilayah dengan potensi produksi mencapai 10.000 barel per hari.

Upaya untuk meningkatkan produksi nasional dan kesejahteraan warga juga telah dilakukan melalui pengelolaan sumur tua oleh Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Hingga pertengahan 2024, tercatat 1.434 sumur tua telah dikelola oleh entitas tersebut dengan total produksi sekitar 3.142 barel per hari.

Sebagai contoh, Kabupaten Blora di Jawa Tengah memiliki sekitar 595 sumur minyak tua peninggalan masa kolonial Belanda yang tersebar di 16 kecamatan.

Namun, banyak dari sumur ini belum tergarap maksimal karena terkendala perizinan dan keterbatasan teknologi.