Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Ketua Tim Cyber Army Jadi Tersangka, Diduga Kendalikan Buzzer untuk Serang Kejaksaan Agung

Ketua Tim Cyber Army Jadi Tersangka, Diduga Kendalikan Buzzer untuk Serang Kejaksaan Agung
Ketua Tim Cyber Army, M. Adhiya Muzakki (MAM), usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan terkait kasus suap vonis lepas perkara ekspor CPO, kasus tata niaga timah, dan kasus importasi gula, Rabu (7/5/2025). (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan seorang tersangka baru dalam dugaan perintangan proses penyidikan atas beberapa kasus besar, termasuk perkara suap dalam vonis ekspor CPO, tata niaga timah, dan impor gula.

Sosok yang ditetapkan sebagai tersangka adalah M. Adhiya Muzakki, yang dikenal sebagai Ketua Tim Cyber Army.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan bahwa penetapan ini dilakukan setelah tim penyidik menemukan cukup bukti terkait upaya sistematis menghalangi jalannya penyidikan, penuntutan, hingga proses persidangan.

"Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menyimpulkan telah terdapat dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

"Adapun yang bersangkutan berinisial MAM, selaku Ketua Tim Cyber Army," ungkapnya.

Kerja sama untuk produksi konten negatif

Pihak Kejagung mengungkapkan bahwa Adhiya tidak bekerja sendiri.

Ia bekerja sama dengan Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan JakTV, serta dua pengacara, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih ketiganya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Bersama-sama, mereka disebut menyusun dan menyebarkan narasi yang merusak reputasi Kejaksaan Agung melalui berbagai platform digital.

Berita dan konten yang dibuat mengandung tudingan bahwa metodologi penghitungan kerugian negara oleh Kejaksaan tidak valid dan menyesatkan.

Narasi ini kemudian disebarluaskan melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.

Tian Bahtiar diketahui turut menyisipkan narasi negatif tersebut dalam tayangan media online, bahkan dalam program talkshow dan diskusi panel di beberapa universitas yang disiarkan oleh JakTV.

Operasi terstruktur melalui tim buzzer

Lebih lanjut, Qohar menjelaskan bahwa serangan opini ini dilakukan secara sistematis dengan bantuan ratusan buzzer. 

Adhiya, atas permintaan Marcella Santoso, membentuk lima tim buzzer dengan nama sandi "Mustafa I" hingga "Mustafa V", yang terdiri dari sekitar 150 orang.

"Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS [Marcella Santoso] bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer," ucap Qohar.

Setiap anggota buzzer tersebut, kata Qohar, diberi bayaran sekitar Rp 1,5 juta untuk menyebarkan komentar dan respons negatif terhadap konten yang telah disusun sebelumnya oleh Tian Bahtiar dan kedua pengacara tersebut.

"[Kemudian] membuat video dan konten negatif yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial baik TikTok, Instagram, maupun Twitter berdasarkan materi yang diberikan oleh tersangka MS dan tersangka JS [Junaedi Saibih] yang berisikan narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan," kata Qohar.

Selain menyebarkan narasi menyudutkan terkait penanganan perkara, para buzzer ini juga menyasar metodologi penghitungan kerugian negara yang digunakan Kejaksaan, menyebutnya sebagai tidak benar dan menyesatkan.