Memanas! Modi Ancam Hentikan Aliran Air ke Pakistan, Hubungan Dua Negara di Titik Kritis
![]() |
PM India Narendra Modi. (AFP/SACHIN KUMAR) |
PEWARTA.CO.ID - Ketegangan antara India dan Pakistan kembali memuncak setelah Perdana Menteri India, Narendra Modi, mengumumkan rencana untuk menghentikan aliran air yang selama ini mengalir ke Pakistan.
Pernyataan ini muncul beberapa hari setelah pemerintah India secara sepihak menangguhkan Perjanjian Perairan Indus, sebuah kesepakatan penting yang telah berlangsung selama lebih dari enam dekade.
Dalam pidatonya yang disampaikan di New Delhi dan dikutip oleh AFP, Modi menegaskan bahwa air yang selama ini mengalir ke luar negeri kini akan diprioritaskan untuk kepentingan dalam negeri India.
"Dulu air India mengalir ke luar, sekarang akan mengalir untuk India," kata Modi, Rabu (7/5/2025).
"Air India akan dihentikan untuk kepentingan India, dan akan digunakan untuk India."
Meskipun Modi tidak secara eksplisit menyebut Pakistan dalam pidatonya, pernyataan tersebut jelas mengarah pada situasi yang sedang berlangsung antara kedua negara, terutama setelah tuduhan New Delhi terhadap Islamabad terkait serangan terhadap para wisatawan di Kashmir yang terjadi bulan lalu.
Insiden tersebut memicu gelombang reaksi keras dari India, termasuk langkah-langkah diplomatik dan militer yang semakin memperkeruh hubungan bilateral.
Pakistan, di sisi lain, dengan tegas membantah tudingan tersebut.
Namun, sejak 24 April, baku tembak dilaporkan terus terjadi di sepanjang Garis Kontrol (Line of Control) di wilayah Kashmir, yang telah lama menjadi sumber konflik antara kedua negara.
Menanggapi situasi yang semakin memanas, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan keprihatinan mendalam.
Dalam pernyataannya pada Senin (5/5/2025), ia menyebut hubungan India dan Pakistan telah mencapai "titik didih".
Guterres memperingatkan bahwa "sekarang adalah saatnya untuk menahan diri secara maksimal dan mundur dari ambang" perang.
Ketegangan semakin meningkat ketika Pakistan menuduh India melakukan manipulasi terhadap aliran Sungai Chenab, salah satu dari tiga sungai yang secara teknis berada di bawah kontrol Pakistan menurut Perjanjian Perairan Indus.
"Kami telah menyaksikan perubahan di sungai (Chenab) yang sama sekali tidak alami," ujar Kazim Pirzada, Menteri Irigasi untuk Provinsi Punjab Pakistan, kepada AFP.
"Suatu hari aliran sungai normal dan hari berikutnya sangat berkurang," Pirzada menambahkan.
"Ini dilakukan agar kita tidak dapat memanfaatkan air."
Provinsi Punjab, yang menjadi jantung pertanian Pakistan dan berbatasan langsung dengan India, sangat bergantung pada pasokan air dari sungai-sungai tersebut.
Pirzada menegaskan bahwa perubahan mendadak dalam aliran sungai dapat berdampak besar pada daerah-daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap sumber air alternatif.
Laporan dari Institut Jinnah, lembaga kajian kebijakan yang berbasis di Pakistan, juga menyebutkan bahwa perubahan signifikan terhadap aliran air dari India terjadi pada 26 April, memperkuat kekhawatiran bahwa India secara aktif mengubah jalur sungai untuk memberikan tekanan terhadap Pakistan.
Sungai Indus sendiri merupakan salah satu sungai terpanjang di Asia, dan melewati kawasan sensitif di wilayah Kashmir, yang diklaim sepenuhnya oleh India maupun Pakistan.
Konflik air menjadi semakin kompleks karena India juga berada di hilir dari beberapa sungai yang berasal dari Tibet, wilayah yang dikendalikan oleh China.
Modi sebelumnya juga pernah menyuarakan ancaman serupa pada tahun 2016 setelah serangan di wilayah Kashmir yang dikelola India, dengan pernyataan keras:
"Darah dan air tidak dapat mengalir bersama," kata Modi saat itu.
Situasi ini menandakan bahwa konflik antara India dan Pakistan kini tak hanya menyangkut isu keamanan, tetapi juga mencakup sumber daya vital seperti air.
Jika tak segera diredakan, potensi eskalasi konflik dapat menimbulkan dampak kemanusiaan dan lingkungan yang lebih luas di kawasan Asia Selatan.