Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Maxco Trading Festival
Advertisement

Telegram Makin Dilirik, WhatsApp Hadapi Ancaman Serius

Telegram Makin Dilirik, WhatsApp Hadapi Ancaman Serius
Telegram makin dilirik, WhatsApp hadapi ancaman serius. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID - Dominasi WhatsApp sebagai aplikasi pesan instan terbesar di dunia mulai mendapatkan tantangan serius.

Telegram, aplikasi yang dikembangkan oleh Pavel Durov, terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan baik dari sisi pengguna maupun keuntungan.

Per Maret 2025, Telegram mencatatkan 1 miliar pengguna aktif secara global.

Selain itu, perusahaan juga berhasil meraih pendapatan sebesar US$547 juta atau sekitar Rp8,8 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.090 per dolar AS) sepanjang tahun 2024.

Angka ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Telegram sebagai kompetitor utama WhatsApp.

“Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” ujar Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Rabu (16/4/2025).

Ia menambahkan, “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami.”

Pengguna premium dan demografi telegram

Berdasarkan laporan DemandSage, layanan berbayar Telegram Premium kini telah memiliki 10 juta pelanggan.

India tercatat sebagai pasar terbesar Telegram dengan menyumbang 45% dari total pengguna, sementara Amerika Serikat hanya mencatatkan 9%.

Secara demografis, mayoritas pengguna Telegram berasal dari rentang usia 25 hingga 44 tahun, yakni sebesar 53,2%.

Terdapat dominasi pengguna laki-laki yang mencapai 58%, sementara pengguna perempuan sebesar 42%.

Dari segi durasi penggunaan, rata-rata pengguna Telegram menghabiskan waktu sekitar 3 jam 45 menit per bulan di aplikasi tersebut.

Meskipun masih kalah jauh dibandingkan WhatsApp yang rata-rata digunakan selama 17 jam 6 menit per bulan, Telegram tetap menunjukkan tren pertumbuhan yang positif.

Tantangan hukum dan penyesuaian platform

Telegram tak lepas dari kontroversi. Pada tahun 2024, Durov sempat ditahan di Prancis dengan tuduhan berat seperti penyebaran pornografi anak, peredaran narkotika, dan distribusi perangkat lunak peretasan melalui Telegram.

Ia kemudian dibebaskan bersyarat dalam waktu kurang dari seminggu dan diminta membayar uang jaminan sebesar 5 juta euro.

Setelah insiden tersebut, Telegram mulai melakukan berbagai penyesuaian, termasuk memperketat moderasi konten untuk menanggapi tekanan dari sejumlah pemerintah yang menuntut pembatasan atas jenis-jenis informasi tertentu di dalam aplikasi.

Meski demikian, Durov tetap menegaskan bahwa Telegram akan berdiri netral dari konflik geopolitik.

Isu enkripsi dan campur tangan pemerintah

Telegram dikenal luas karena sistem enkripsinya yang kuat. Namun, justru hal ini yang membuatnya mendapat tekanan dari banyak pihak, termasuk lembaga intelijen.

“Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ucap Durov pada 2024, sebelum penahanannya di Prancis.

Ia bahkan menyebut bahwa FBI pernah mencoba merekrut insinyur Telegram untuk membobol sistem keamanan aplikasi. Pihak FBI sendiri tidak memberikan tanggapan terkait tuduhan tersebut.

Menurut Durov, ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan privasi pengguna tidak hanya datang dari pemerintah.

Ia menyoroti dua raksasa teknologi, Apple dan Alphabet, sebagai entitas yang turut membatasi akses dan mengendalikan informasi.

“Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” katanya.

Popularitas Telegram yang terus meningkat menjadi sinyal bahwa pengguna kini semakin peduli pada kebebasan, privasi, dan alternatif dari platform dominan seperti WhatsApp.

Meskipun Telegram belum mampu menandingi jumlah pengguna WhatsApp yang kini sudah mencapai 2 miliar dan diperkirakan menyentuh 3 miliar pada akhir 2025, posisi Telegram sebagai penantang serius tidak bisa diabaikan.