Pendaki Ilegal Nekat Capai Puncak Merapi, TNGM Bereaksi Tegas!
![]() |
Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) mengeluarkan reaksi tegas terkait ulah pendaki ilegal yang nekat mencapai puncak Merapi. (Foto: Dok. Radar Jogja) |
PEWARTA.CO.ID — Aksi pendakian ilegal kembali mengusik ketenangan kawasan Gunung Merapi yang kini berstatus Siaga Level III. Seorang pria terekam tengah bersantai di puncak gunung tersebut tanpa izin resmi. Aksinya viral di media sosial dan langsung memicu reaksi keras dari Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
Rekaman tersebut pertama kali diunggah oleh akun Instagram @pendakilawas, memperlihatkan pria yang dengan santainya mengabadikan momen di area terlarang. Ia bahkan secara terang-terangan mengaku mendaki secara ilegal, tanpa melalui jalur resmi dan tanpa persetujuan pihak berwenang.
Tindakan itu sontak menuai kekhawatiran publik. Banyak pihak menilai aksi nekat ini bisa menjadi preseden buruk yang mendorong orang lain melakukan hal serupa. Apalagi, risiko pendakian saat gunung berstatus siaga bukan hal sepele. Potensi bencana bisa terjadi sewaktu-waktu.
TNGM turun tangan selidiki kasus
Menanggapi kejadian ini, Kepala Balai TNGM Muhammad Wahyudi menyatakan bahwa pihaknya langsung mengambil langkah investigasi.
“Kami sudah memerintahkan jajaran untuk mendalami kasus ini. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sedang diproses,” kata Wahyudi, dikutip Inca Berita, Senin (16/6/2025).
Menurut Wahyudi, informasi awal mengenai aksi pendakian tanpa izin itu diterima pada 11 Juni 2025. Video berasal dari akun TikTok @chandra.kusuma.fa, yang diketahui merupakan pendaki asal Magelang. Berdasarkan penelusuran, pendakian diduga terjadi pada 8 Juni 2025 dan melibatkan lebih dari satu orang.
Hingga 15 Juni, pihak TNGM menemukan setidaknya tiga video yang berkaitan. Rekaman dari kamera pemantau kawasan juga memperlihatkan sosok dengan ciri pakaian yang identik dengan unggahan viral tersebut.
“Kami terus melakukan pendekatan persuasif untuk klarifikasi lebih lanjut,” tambah Wahyudi.
Radius bahaya tak boleh dilanggar
TNGM menegaskan bahwa seluruh aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Merapi dilarang keras, seiring dengan status Siaga Level III yang masih diberlakukan. Kawasan ini dinyatakan sebagai zona berbahaya karena aktivitas vulkanik bisa meningkat kapan saja.
Untuk mencegah kejadian serupa, pihak TNGM telah memasang papan larangan di titik-titik masuk jalur pendakian. Sosialisasi dilakukan secara langsung di lapangan maupun melalui media digital. Selain itu, penjagaan diperketat di pos New Selo, yang selama ini dikenal sebagai jalur favorit pendaki Merapi.
“Imbauan ini bukan sekadar aturan. Ini demi melindungi nyawa. Jangan tiru aksi pendaki ilegal yang membahayakan diri dan merusak alam,” tegas Wahyudi.
Pendakian ilegal bisa berujung maut
Gunung Merapi bukan sekadar destinasi wisata, melainkan salah satu gunung api paling aktif di dunia. Dengan status siaga, jalur pendakian ditutup demi keselamatan semua pihak, baik pendaki maupun warga di sekitar lereng gunung.
Aksi nekat mendaki saat larangan berlaku tak hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga menyulitkan proses evakuasi bila terjadi insiden. Pendaki yang tidak tercatat secara resmi menyulitkan tim SAR untuk melakukan pelacakan dan penyelamatan.
Selain itu, kehadiran pendaki ilegal bisa mengganggu sistem pemantauan vulkanik yang sudah dibangun dengan teknologi tinggi, seperti kamera pengawas dan sensor seismik. Perusakan atau gangguan terhadap alat ini dapat menyebabkan data yang salah, yang bisa berakibat fatal dalam pengambilan keputusan saat kondisi darurat.
Proses hukum menanti pelanggar
Kasus ini menjadi pengingat serius bahwa pendakian ilegal bukan sekadar pelanggaran kecil. Tindakan seperti ini dapat dijerat hukum. Pihak TNGM mempertimbangkan langkah hukum jika pendekatan persuasif tak membuahkan hasil.
Tindakan pendaki ilegal bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, serta UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sanksi yang diberikan bisa berupa denda, hukuman penjara, hingga larangan permanen dari kawasan konservasi.
Langkah hukum ini bukan bentuk balas dendam, melainkan sebagai efek jera bagi siapa pun yang berniat melanggar peraturan kawasan rawan bencana.
Kolaborasi jadi kunci pencegahan
Untuk mencegah kasus serupa terulang, Wahyudi menekankan pentingnya kerja sama berbagai pihak. Kolaborasi antara Balai TNGM, aparat keamanan, pemerintah daerah, hingga komunitas pendaki sangat dibutuhkan untuk menjaga kawasan Merapi tetap aman dan lestari.
Kepatuhan terhadap aturan konservasi dan tanggap bencana menjadi tanggung jawab bersama. Setiap individu harus menyadari bahwa mendaki gunung bukan hanya soal petualangan, tapi juga keselamatan dan kepedulian terhadap alam.