Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Maxco Trading Festival
Advertisement

Tragedi Kelam KMP Monalisa Nyaris yang Nyaris Tenggelam, Liburan Impian di Labuan Bajo Berubah Jadi Teror

Tragedi Kelam KMP Monalisa Nyaris yang Nyaris Tenggelam, Liburan Impian di Labuan Bajo Berubah Jadi Teror
KMP Monalisa nyaris tenggelam. Suasana mencekam selimuti wisatawan. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Labuan Bajo, destinasi impian para pelancong domestik dan mancanegara, mendadak jadi sorotan bukan karena panoramanya yang memukau, melainkan karena insiden dramatis yang nyaris merenggut nyawa para wisatawan.

Sebuah kapal wisata bernama KMP Monalisa nyaris tenggelam di perairan Taman Nasional Komodo pada pagi hari, 8 Agustus 2024.

Insiden ini terjadi di antara perairan Pink Beach dan Batu Tiga. Kapal yang mengangkut delapan penumpang, gabungan wisatawan lokal dan asing, mendadak oleng dan mulai tenggelam, memicu kepanikan luar biasa di tengah laut.

“Kami pikir hanya riak biasa. Tapi tiba-tiba, air masuk dari bagian samping, dan kapalnya mulai miring,” ujar salah satu penumpang, mengenang momen yang mengubah suasana liburan jadi mimpi buruk.

Barang-barang berharga seperti kamera dan ponsel ikut tenggelam bersama bagian kapal yang karam. Beruntung, kapal wisata lain bernama KM Tsamara melintas tak jauh dari lokasi dan segera melakukan evakuasi cepat. Semua penumpang berhasil diselamatkan tanpa korban jiwa, meski trauma tak bisa dihindari.

Seorang wisatawan asing menyatakan dengan lirih,

“Indonesia itu indah, tapi saya tidak menyangka keindahan bisa berubah jadi mimpi buruk secepat ini.”

Tanggapan cepat pemerintah: Investigasi kilat usai KMP Monalisa nyaris tenggelam

Tidak butuh waktu lama, insiden ini langsung memicu reaksi cepat dari pemerintah pusat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, yang saat itu tengah berada di Labuan Bajo, langsung turun ke lapangan dan menggelar konferensi pers darurat.

“Ini adalah alarm keras bagi kita semua. Pariwisata tidak boleh hanya menjual pemandangan, tapi juga keselamatan,” tegas Sandiaga Uno.

Dalam kurun waktu 24 jam setelah kejadian, pemerintah daerah, Kementerian Perhubungan, dan para pelaku usaha wisata bahari membentuk tim gabungan untuk menyelidiki penyebab insiden tersebut.

Beberapa fakta awal yang terungkap dari penyelidikan sementara:

  • Kapal dalam kondisi laik jalan, namun tidak memiliki sistem deteksi cuaca ekstrem.
  • Awak kapal belum dilatih sesuai standar keselamatan internasional.
  • Sistem komunikasi darurat tidak aktif saat kejadian berlangsung, bahkan sinyal radio sempat mati.

Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng, mengajukan pembentukan Satgas Keselamatan Wisata Bahari yang terdiri dari gabungan Dishub, Basarnas, operator kapal, dan komunitas lokal.

“Kita tidak boleh anggap enteng. Satu nyawa saja berharga,” kata Yulianus tegas.

Autopsi sistem wisata laut: Labuan Bajo butuh lebih dari sekadar keindahan

Insiden KMP Monalisa hanyalah salah satu dari serangkaian kecelakaan laut di Labuan Bajo. Data menunjukkan, sejak awal tahun 2024, sudah terjadi sembilan insiden serupa. Masalahnya konsisten: keselamatan bukan prioritas.

Beberapa temuan penting di lapangan:

  • Banyak kapal wisata beroperasi tanpa sertifikasi pelayaran rutin.
  • Perubahan cuaca di Labuan Bajo yang cepat dan ekstrem tidak ditopang teknologi peringatan dini.
  • Operator wisata lebih fokus mengejar keuntungan daripada memperhatikan keselamatan.
  • Penumpang tidak mendapat pengarahan keselamatan sebelum kapal berangkat.

Padahal, Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai destinasi super prioritas dengan investasi triliunan rupiah dari pemerintah pusat. Namun, ternyata penguatan infrastruktur belum dibarengi sistem pengamanan yang memadai.

Momentum perubahan: Dari trauma ke tindakan nyata

Daripada sekadar menjadi berita viral, peristiwa KMP Monalisa seharusnya dijadikan pemicu perbaikan menyeluruh dalam industri wisata bahari Indonesia. Sejumlah langkah pun mulai digagas:

  • Standarisasi armada wisata: Semua kapal wajib memiliki sertifikat dari KSOP dan Basarnas.
  • Briefing keselamatan wajib: Penumpang harus diberi arahan mengenai prosedur keselamatan, pemakaian life vest, dan titik kumpul darurat.
  • Digitalisasi sistem pelayaran: Kapal perlu dilengkapi dengan sistem pelacakan GPS dan data cuaca real-time melalui jaringan broadband.
  • Pelatihan operator lokal: Awak kapal, pemilik usaha, dan pemandu wisata perlu mendapatkan pelatihan keselamatan resmi.
  • Kampanye wisata aman: Pemerintah dan pelaku industri harus menyuarakan bahwa wisata berkualitas juga berarti wisata yang aman.

Harapan baru di balik duka

Melansir laman https://incaberita.co.id/insiden-kmp-monalisa/, beberapa hari pasca-insiden, suasana dermaga Labuan Bajo perlahan kembali normal. Kapal-kapal mulai beroperasi lagi, senyum wisatawan kembali terlihat. Tapi ada yang berbeda: kesadaran mulai tumbuh.

Sejumlah operator wisata kini mulai menerapkan perubahan, seperti pemasangan stiker “Life Vest Wajib” dan pengarahan keselamatan dalam dua bahasa sebelum kapal berangkat.

Langkah-langkah kecil ini memberi harapan bahwa insiden tragis KMP Monalisa tidak berlalu sia-sia.

Labuan Bajo memang tetap jadi surga wisata, namun surga pun membutuhkan penjaga. Bukan hanya aparat, tapi sistem keselamatan yang kokoh dan pelaku wisata yang bertanggung jawab.

Penutup:

Insiden KMP Monalisa mengingatkan kita bahwa keindahan alam tidak selalu menjamin keselamatan. Alam bisa tak terduga, tapi kelalaian manusia bisa dicegah.

Inilah waktunya bagi Indonesia untuk membangun narasi baru: wisata yang tak hanya memukau mata, tapi juga menjaga nyawa.

Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa menjadikan kejadian ini sebagai awal dari revolusi keselamatan wisata bahari di negeri ini.