Gelar Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Kemenbud Dukung Pemajuan Kebudayaan Lewat Sastra
![]() |
Kemenbud, Fadli Zon, menyampaikan pidato pada malam anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa 2025. (Dok. Istimewa) |
PEWARTA.CO.ID — Setelah vakum sejak 2021, ajang penghargaan bergengsi Kusala Sastra Khatulistiwa kembali digelar pada 2025 dengan semangat baru.
Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) Republik Indonesia menunjukkan dukungan penuh terhadap keberlangsungan acara ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat pemajuan kebudayaan lewat dunia sastra.
Malam penganugerahan tersebut dilangsungkan di Graha Utama Gedung A Lantai 3 Kementerian Kebudayaan dan dihadiri langsung oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon.
Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan pentingnya posisi sastra dalam pembangunan kebudayaan nasional.
“Dengan kehadiran Kementerian Kebudayaan yang kini berdiri sendiri, merupakan komitmen dari Bapak Presiden Prabowo Subianto yang ingin menjadikan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan bangsa,” ujarnya.
Penghargaan untuk tiga kategori utama
Kusala Sastra Khatulistiwa adalah penghargaan sastra yang digagas oleh Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia (YRKI), sebagai bentuk apresiasi terhadap karya dan pelaku sastra nasional.
Tahun ini, penghargaan diberikan dalam tiga kategori utama: kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan novel.
Dalam kategori cerpen, sepuluh karya berhasil masuk daftar panjang, termasuk:
- Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu (Sasti Gotama
- Cerobong Tua Terus Mendera (Raudal Tanjung Banua)
- Iblis Tanah Suci (Arianto Adipurwanto)
- Keluarga Oriente (Armin Bell), dan lainnya.
Kategori puisi juga menampilkan karya-karya kuat seperti:
- CICA (Cyntha Hariadi)
- Dengung Tanah Goyah (Iyut Fitra)
- Hantu Padang (Esha Tegar Putra)
- Syekh Siti Jenar dan Sepinggan Puisi dalam Kobaran Api (Syaiful Alim), dan lainnya.
Adapun daftar panjang kategori novel mencakup:
- Duri dan Kutuk (Cicilia Oday)
- Ajengan Anjing (Ridwan Malik)
- Mari Pergi Lebih Jauh (Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie)
- Taksi Malam (T. Agus Khaidir), serta lainnya.
Tiga pemenang utama diumumkan
Dari ketiga kategori tersebut, dewan kurator akhirnya menetapkan tiga pemenang:
- Kategori cerpen: Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu oleh Sasti Gotama
- Kategori puisi: Hantu Padang oleh Esha Tegar Putra
- Kategori novel: Duri dan Kutuk oleh Cicilia Oday
Menteri Fadli Zon turut memberikan apresiasi kepada seluruh nominator dan pemenang. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada YRKI yang telah menjaga keberlangsungan penghargaan ini.
“Tentu melalui kerja kolaboratif, kerjasama, sinergi antara Kementerian Kebudayaan dengan komunitas dan pegiat sastra dengan para penulis,” katanya.
Sastra sebagai instrumen strategis
Acara ini tidak hanya menjadi ajang penghargaan, melainkan juga bagian dari strategi nasional dalam memperluas jangkauan dan dampak sastra Indonesia.
Salah satu langkah konkritnya adalah pengadaan pembelian buku para pemenang senilai Rp25 juta. Buku-buku ini akan didistribusikan ke sekolah, komunitas sastra, perpustakaan umum, dan taman baca masyarakat.
Upaya ini selaras dengan misi Kementerian Kebudayaan untuk memperkuat ekosistem literasi dan diplomasi budaya melalui jalur kesusastraan.
Delapan program strategis sastra 2025
Dalam kerangka program tahun 2025, Kementerian Kebudayaan telah merancang delapan agenda besar untuk mendukung keberlanjutan dan ekspansi sastra Indonesia, yaitu:
- Laboratorium Penerjemah Sastra
- Laboratorium Promotor Sastra
- Program Penerjemahan Karya Sastra
- Penguatan Festival Sastra
- Penguatan Komunitas Sastra
- Manajemen Talenta Nasional Bidang Sastra
- Pengembangan Sastra Berbasis IP (Kekayaan Intelektual)
- Promosi Sastra ke Dunia Internasional
Menurut Fadli, semua ini merupakan amanat konstitusi yang diperjelas dalam regulasi kebudayaan nasional.
“Ini suatu perintah konstitusi yang sangat jelas dan kemudian tentu dielaborasi kembali oleh Undang-Undang No. 5 tahun 2017,” ujarnya.
Harapan YRKI dan kurator untuk masa depan sastra
Ketua YRKI, Pratiwi Juliani, berharap agar anugerah ini tak hanya menjadi seremoni tahunan, tapi juga pemicu lahirnya karya-karya besar baru dari berbagai penjuru Indonesia.
“Besar harapan kami agar apresiasi ini mampu memberikan dampak positif,” ungkapnya.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, yang juga kurator Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Nezar Patria, menegaskan bahwa kebudayaan harus dipahami sebagai ekosistem yang saling menguatkan.
“Berfokus pada ekosistem budaya berarti memberikan perhatian, dorongan, dan penguatan setiap unsur yang menopangnya,” katanya.
Turut hadir dalam acara tersebut sejumlah tokoh penting, seperti Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional Annisa Rengganis, Direktur Pengembangan Budaya Digital Andi Syamsu Rijal, serta para tokoh sastra dan pegiat literasi dari berbagai daerah.
Menbud Fadli Zon menutup sambutannya dengan harapan agar karya sastra Indonesia tak hanya tumbuh di dalam negeri, tetapi juga dikenal luas di panggung dunia. Menurutnya, langkah strategis yang harus diambil adalah meningkatkan penerjemahan karya-karya sastra nasional.
“Karena itulah, kepentingan kebudayaan bermaksud untuk menerjemahkan banyak karya-karya sastra Indonesia dari yang klasik, supaya ada continuity,” tuturnya.
Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 pun menandai babak baru dalam upaya pemajuan kebudayaan Indonesia, sekaligus memperlihatkan peran vital sastra sebagai jembatan antara identitas bangsa dan diplomasi global.