Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Retreat Pelajar di Sukabumi Ricuh Dibubarkan Warga, Salib Dirusak dan 7 Orang Jadi Tersangka

Retreat Pelajar di Sukabumi Ricuh Dibubarkan Warga
Suasana retreat pelajar di Sukabumi seketika menjadi tegang saat sekelompok warga datang untuk merusakan fasilitas dan membubarkan acara. (Foto: Dok. CNN Indonesia)

PEWARTA.CO.ID — Kegiatan retreat yang diikuti puluhan pelajar Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mendadak berujung kericuhan.

Acara yang berlangsung pada Jumat (27/6/2025) itu dibubarkan secara paksa oleh sejumlah warga setempat.

Insiden yang terekam dalam beberapa video dan viral di media sosial ini juga disertai dengan perusakan fasilitas, termasuk satu unit salib.

Menurut informasi yang dihimpun, kejadian tersebut diduga dipicu oleh kesalahpahaman terkait fungsi bangunan yang digunakan.

Warga menduga villa yang dipakai sebagai lokasi retreat telah dijadikan tempat ibadah tanpa izin.

Ketegangan yang terjadi membuat aparat harus turun tangan, bahkan sejumlah pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Buntut dari insiden tersebut tidak hanya menimbulkan ketegangan, tapi juga menyebabkan kerusakan serius. Area taman, fasilitas MCK, satu unit motor, satu mobil, gerbang rumah, serta salib menjadi sasaran amukan massa.

Kepolisian bergerak cepat. Dikutip dari CNN Indonesia, pihak berwajib telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka, termasuk salah satu pelaku yang tertangkap kamera merusak dan menurunkan salib dari dalam ruangan.

Sementara itu, aparat kecamatan, tokoh masyarakat, dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) telah melakukan musyawarah bersama guna meredakan situasi yang sempat memanas. Saat ini kondisi di lokasi sudah kembali kondusif.

Mulanya, acara retreat yang diikuti sekitar 36 siswa awalnya berlangsung dalam suasana santai. Namun, berdasarkan keterangan dari warga dan pihak berwenang, ada dugaan bahwa kegiatan tersebut menyerupai ibadah di tempat yang tidak sesuai peruntukannya.

Iptu Aah Saifulrohman, Kasi Humas Polres Sukabumi menjelaskan bahwa bangunan yang digunakan bukanlah tempat ibadah resmi.

“Tidak ada perusakan tempat ibadah ataupun gereja tanpa izin oleh masyarakat di wilayah Cidahu Kabupaten Sukabumi. Tempat itu adalah rumah singgah yang diduga masyarakat jadi tempat ibadah,” kata Iptu Aah dikutip dari CNN Indonesia.

Hal senada ditegaskan oleh Pendeta Beresan Bagaring, perwakilan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sukabumi. Ia menjelaskan bahwa tidak ada gereja yang dirusak dan kegiatan tersebut bukan ibadah terbuka.

“Clear tidak ada gereja yang dirusak. Kebetulan ada 1 Muharam itu, terus kemudian adanya ditengarai tempat ibadah, kemudian ada yang kurang komunikasi dengan pemilik vila," ungkapnya, seperti dikutip dari Detikjabar.

Kepala Desa Tangkil, Ijang Sehabudin, mengungkapkan bahwa pembubaran dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemilik villa yang dianggap tidak mengindahkan teguran warga terkait penggunaan rumah singgah sebagai tempat kegiatan agama.

Warga mengaku sudah memberikan peringatan kepada pengelola villa, namun tidak mendapat tanggapan. Ketidakharmonisan komunikasi ini memperkeruh suasana hingga akhirnya berujung pada aksi massa.

Salah satu saksi mata sekaligus peserta retreat, Rita Muljartono, membagikan kronologi kejadian melalui media sosial.

Dalam video yang ia unggah, ia menceritakan bahwa kegiatan retreat pelajar tersebut merupakan bagian dari liburan sekolah dan dilakukan di villa pribadi milik kenalan mereka.

Saat acara berlangsung, warga tiba-tiba datang dan melempar batu ke arah bangunan. Mereka meneriakkan agar kegiatan segera dihentikan. Anak-anak pun diminta segera keluar dari lokasi dengan tergesa.

“Dan itu membuat benar-benar suatu trauma bagi anak-anak kami,” ucapnya.

“Kejadian ini sungguh membuat trauma bagi kami, khususnya bagi anak-anak di mana mereka mengalami langsung, melihat langsung di mana kegiatan ini bisa berlangsung dengan damai, tapi terusik dan berakhir dengan kekerasan,” tambahnya.

Mobil yang digunakan anak-anak juga ikut jadi sasaran amukan. Dilempari batu, dipukul, bahkan digores oleh sejumlah oknum. Trauma psikologis yang dialami para siswa membuat peristiwa ini menjadi sorotan luas di kalangan netizen.

Rita juga menyampaikan harapannya agar masyarakat Indonesia lebih bisa menghargai perbedaan.

“Mari kita saling menghargai. Mari kita saling membangun persaudaraan di antara kita tanpa membandingkan, tanpa membedakan latar belakang, keyakinan, atau perbedaan lainnya,” lanjutnya.

“Karena pada akhirnya, kita semua ingin hidup damai, saling menghormati, dan kita semua akan jadi pribadi-pribadi yang baik, semakin baik ke depannya,” pungkas dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement