Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Bagaimana Nasib Industri Tekstil di HUT ke-80 RI? Pemerintah Minta Asosiasi Tak Sebar Narasi Krisis

Bagaimana Nasib Industri Tekstil di HUT ke-80 RI? Pemerintah Minta Asosiasi Tak Sebar Narasi Krisis
Ilustrasi. Industri tekstil Indonesia. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Memasuki peringatan HUT Kemerdekaan ke-80, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia kembali menjadi sorotan.

Para pelaku industri tekstil RI menilai makna kemerdekaan sejati harus diwujudkan bukan hanya dengan terbebas dari tekanan global, tetapi juga dari dominasi internal yang berpotensi melemahkan iklim usaha.

Sejumlah asosiasi yang semestinya menjadi wadah aspirasi justru dinilai sebagian pihak lebih sering menguasai narasi publik, menyebarkan pesimisme, hingga mengedepankan kepentingan kelompok tertentu.

Kondisi ini dikhawatirkan dapat menekan arus investasi dan mengancam keberlangsungan jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor TPT.

Padahal, kinerja industri tekstil nasional menunjukkan performa positif. Data kuartal I 2025 mencatat investasi baru di sektor ini mencapai Rp5,40 triliun dengan penyerapan tenaga kerja tambahan sebanyak 1.907 orang.

Secara keseluruhan, industri TPT mampu mempertahankan lapangan kerja hingga 3,76 juta orang atau hampir 20% dari total tenaga kerja manufaktur nasional.

Dari sisi perdagangan luar negeri, nilai ekspor TPT mencapai USD2,99 miliar, tumbuh 1,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tak hanya itu, data terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan bahwa pada kuartal II 2025, investasi baru TPT melonjak menjadi Rp10,21 triliun dengan pertumbuhan 4,35% (yoy) dan kontribusi sebesar 0,95% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

“Industri tekstil Indonesia sedang bertransformasi, bukan runtuh. Narasi krisis yang dibesar-besarkan hanya akan menakut-nakuti investor dan merugikan bangsa sendiri,” kata pengamat industri tekstil, Joni Tesmanto, di Jakarta, dikutip dari Okezone, pada Kamis (21/8/2025).

Pemerintah juga mengingatkan bahwa peran asosiasi seharusnya menjadi jembatan solusi, bukan sumber perpecahan. Semangat kemerdekaan, kata mereka, harus diartikan sebagai langkah melepaskan diri dari segala bentuk dominasi yang dapat menghambat produktivitas.

Momentum HUT ke-80 RI kali ini pun menjadi refleksi bersama. Masa depan industri tekstil harus dibangun dengan semangat kolaborasi, optimisme, dan komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem TPT yang sehat, inklusif, serta berdaya saing tinggi.

“Kemerdekaan sejati industri tekstil hanya akan lahir dari kolaborasi, bukan dominasi. Dengan kebersamaan, Indonesia dapat menjadikan tekstil bukan sekadar industri padat karya, tetapi juga motor kemandirian ekonomi menuju Indonesia Emas 2045,” tambah Wakil Ketua Umum PB Pemuda Muslim, Supriyadi.

Advertisement
Advertisement
Advertisement