Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Penempatan Dana Rp200 Triliun di Bank: Legal, Konstitusional, dan Jadi Amunisi Pemulihan Ekonomi RI

Penempatan Dana Rp200 Triliun di Bank: Legal, Konstitusional, dan Jadi Amunisi Pemulihan Ekonomi RI
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat acara Serah Terima Jabatan Menteri Keuangan di Aula Mezanin Gd Juanda 1, Kementerian Kuangan, Jakarta, Selasa (9/9). (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Penempatan dana negara sebesar Rp200 triliun di Bank Himbara dan Bank Syariah Indonesia (BSI) memunculkan pro dan kontra di kalangan ekonom.

Sebagian menilai kebijakan tersebut melanggar aturan, sementara pihak lain menegaskan langkah itu justru sah dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Ekonom Didik J Rachbini sebelumnya mengkritisi keputusan pemerintah terkait penempatan anggaran tersebut. Ia menilai kebijakan itu bertentangan dengan konstitusi dan tiga undang-undang sekaligus.

Menurutnya, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki prosedur resmi yang telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 23, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta UU APBN yang disahkan setiap tahun.

“APBN adalah ranah publik, sehingga proses penyusunan, penetapan, hingga alokasinya wajib mengikuti aturan ketatanegaraan yang berlaku,” kata Didik.

Namun, pandangan tersebut langsung diluruskan oleh GREAT Institute. Lembaga itu menilai kritik tersebut tidak tepat dan menegaskan bahwa dana Rp200 triliun yang ditempatkan di bank tetap berada dalam kontrol negara. Dana tersebut bisa ditarik kapan saja sesuai kebutuhan dan tidak mengurangi kas negara secara permanen.

Menurut GREAT Institute, langkah pemerintah memiliki misi strategis, di antaranya menjaga stabilitas likuiditas perbankan, memperkuat kemampuan bank dalam menyalurkan kredit ke sektor produktif seperti UMKM dan industri strategis, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

“Ini adalah praktik yang sah, konstitusional, serta mendukung pertumbuhan ekonomi,” tegas Peneliti Ekonomi GREAT Institute, Adhamaski MAP, di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Ia menambahkan, agar kebijakan berjalan optimal, seharusnya Kementerian BUMN bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan pendidikan serta pelatihan memadai kepada para pengurus bank penerima dana.

Dengan skema tersebut, penempatan dana Rp200 triliun dipandang legal, transparan, sekaligus bermanfaat. Tak hanya menjaga stabilitas perbankan, tetapi juga menjadi wujud nyata dukungan pemerintah terhadap pembiayaan sektor riil dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement