Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Danantara Ungkap Alasan Tempatkan Dividen BUMN ke SBN, Begini Penjelasannya

Danantara Ungkap Alasan Tempatkan Dividen BUMN ke SBN, Begini Penjelasannya
Danantara Ungkap Alasan Tempatkan Dividen BUMN ke SBN

PEWARTA.CO.ID — Langkah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia menempatkan sebagian besar modalnya ke Surat Berharga Negara (SBN) ternyata memiliki alasan strategis.

Badan pengelola dana investasi milik negara itu berencana menyalurkan sekitar 30 hingga 40 persen asetnya ke instrumen likuid, termasuk SBN berdenominasi rupiah.

Menurut Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, kebijakan tersebut bukan hal baru. Ia menyebut mekanisme serupa juga diterapkan oleh banyak lembaga sejenis sovereign wealth fund (SWF) di dunia.

“Proyek strategis seperti energi baru, infrastruktur, atau industri teknologi tidak bisa langsung dibiayai. Perlu studi kelayakan, koordinasi, dan waktu. Sambil menunggu, dana harus tetap menghasilkan, bukan diam di rekening,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/10/2025).

Ajib menegaskan, penempatan dana di SBN merupakan langkah umum yang ditempuh SWF pada masa awal pembentukan atau ramp-up period. Instrumen tersebut dinilai aman, likuid, dan mampu menjaga nilai modal negara tanpa menghadapi risiko besar yang belum terukur.

“Ini langkah jangka pendek untuk memastikan kemampuan jangka panjang,” tambahnya.

Investasi di pasar publik tak sekadar tahap awal

Meski fokus awal diarahkan pada aset likuid seperti SBN, Ajib menuturkan bahwa porsi investasi di pasar publik akan tetap dipertahankan secara permanen. Hanya saja, proporsinya akan menyesuaikan dengan perkembangan investasi langsung ke proyek-proyek strategis.

“Ini sudah sangat umum di dunia SWF. Norges, GIC, Temasek, semuanya tetap mempertahankan sebagian portofolio di public markets sebagai jangkar likuiditas dan diversifikasi risiko,” jelasnya.

Ia juga menilai langkah Danantara sejalan dengan praktik lembaga pengelola investasi negara lain di dunia.

“Temasek di Singapura, Kuwait Investment Authority, hingga Abu Dhabi Investment Authority juga memulai dengan investasi publik seperti obligasi dan saham sebelum masuk ke proyek sektor riil,” ungkap Ajib.

Namun, menurutnya, setiap SWF memiliki karakter berbeda. Ada yang menitikberatkan pada pelestarian modal, sementara yang lain berorientasi pada pembiayaan pertumbuhan ekonomi nasional.

Karena itu, pembelian SBN oleh Danantara dianggap sebagai bagian normal dari tahapan pembentukan portofolio jangka panjang, bukan penyimpangan arah.

Cegah risiko, pastikan dana tetap produktif

Ajib menambahkan bahwa publik sering kali salah kaprah menganggap dana investasi besar bisa langsung dikucurkan untuk membiayai proyek besar. Padahal, investasi di sektor riil membutuhkan waktu dan analisis mendalam.

“Membangun PLTA saja bisa butuh enam tahun konstruksi dan sepuluh tahun untuk impas. Kalau seluruh dana langsung dikucurkan, itu justru berisiko tinggi,” ujarnya.

Karena itu, menempatkan dana sementara di SBN justru memberikan dua manfaat sekaligus: menjaga likuiditas dan memastikan uang negara tetap berputar di sistem keuangan domestik.

Ke depan, Ajib memprediksi komposisi antara public investment dan private investment akan semakin seimbang. Arah kebijakan tersebut telah tertuang dalam Strategic Asset Allocation (SAA) yang disusun oleh Danantara.

“Public market tetap penting, tapi porsinya akan makin proporsional ketika pipeline proyek strategis mulai jalan,” jelasnya.

Fokus pada tata kelola dan transparansi

Lebih lanjut, Ajib menilai isu sekuritisasi dan penggunaan aset sebagai jaminan pembiayaan lanjutan merupakan topik teknis yang perlu pembahasan tersendiri.

“Hal-hal seperti itu butuh pembahasan tersendiri, karena sifatnya teknis dan melibatkan aspek prudensial. Tapi secara prinsip, semua dilakukan dalam kerangka tata kelola yang hati-hati,” ujarnya.

Ia menegaskan, kritik publik terhadap Danantara seharusnya dijadikan momentum untuk memperluas literasi ekonomi, terutama terkait peran serta mekanisme kerja SWF dalam menjaga nilai aset negara.

“Sovereign wealth fund itu bukan lembaga yang mencari untung instan. Mereka menjaga nilai aset negara lintas generasi,” tegas Ajib.

Menurutnya, mandat utama Danantara tetap pada pembiayaan industrialisasi dan penguatan kemandirian ekonomi nasional.

“Tapi untuk sampai ke sana, perlu waktu dan proses yang jelas. Dan semua itu sedang dibangun sekarang,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement