Pesan Terakhir Ki Anom Suroto Sebelum Wafat: Teruskan Perjuangan Bapak di Dunia Wayang
![]() |
Ki Anom Suroto meninggal dunia di usia 77 tahun. |
PEWARTA.CO.ID — Kabar duka datang dari dunia seni pedalangan Indonesia. Dalang legendaris Ki Ageng H. Anom Suroto Lebdo Nagoro atau Ki Anom Suroto berpulang pada Kamis (23/10/2025) pagi.
Maestro pewayangan yang dikenal lintas generasi itu meninggal dunia di RS Dr Oen Kandang Sapi, Solo, Jawa Tengah, pada usia 77 tahun.
Jenazah sang maestro dijadwalkan akan dimakamkan di kampung halamannya, Juwiring, Klaten, sore ini pukul 15.00 WIB. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, serta pecinta seni tradisi di seluruh Tanah Air.
Wasiat Ki Anom untuk anak dan keluarga
Dalam masa perawatan sebelum mengembuskan napas terakhir, Ki Anom Suroto sempat menitipkan pesan terakhir kepada anak-anaknya. Ia berharap semangat dan perjuangannya di dunia seni pewayangan bisa terus diteruskan oleh generasi berikutnya.
“Pesan Bapak untuk anak-anak adalah meneruskan cita-cita perjuangan Bapak di pakeliran, khususnya di seni tradisi,” kata Jatmiko, anak kelima Ki Anom Suroto, dikutip dari KOMPAS.com, Kamis (23/10/2025).
Selain pesan untuk menjaga warisan seni, sang maestro juga berpesan agar keluarga besar tetap rukun dan saling mendukung satu sama lain.
“Dropnya tadi pagi,” tutur Jatmiko, mengingat detik-detik terakhir sang ayah sebelum berpulang.
Menurut Jatmiko, menjelang akhir hayatnya, kondisi kesehatan sang ayah memang menurun, namun ia berpulang dengan tenang, dikelilingi keluarga tercinta.
Disemayamkan di Sukoharjo, dimakamkan di Klaten
Sebelum dimakamkan, jenazah Ki Anom Suroto terlebih dahulu disemayamkan di Timasan, Sukoharjo, tempat ia menghabiskan banyak waktu di masa tuanya. Dari sana, jenazah diberangkatkan ke Juwiring, Klaten, untuk dimakamkan di tanah kelahirannya.
Ki Anom meninggalkan seorang istri, Rita Diana, delapan anak, serta 18 cucu.
“Beliau selama tidak mendalang ini kan sering menemani cucunya yang di Jakarta,” ujar Jatmiko.
Meski kesehatannya sempat menurun, Ki Anom masih sempat tampil sebagai dalang pada tahun 2025 di Kabupaten Sukoharjo, meski keluarganya tak lagi mengingat tanggal pasti penampilannya.
Jejak perjalanan maestro pewayangan
Lahir pada 11 Agustus 1948 di Juwiring, Klaten, Ki Anom Suroto tumbuh di lingkungan keluarga seniman. Bakatnya mengalir dari sang ayah, Ki Sadiyun Harjadarsana, dan ia merupakan kakak dari dalang kondang Ki Warseno Slenk.
Sejak usia 12 tahun, Anom kecil sudah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mendalang. Namanya mulai dikenal publik luas pada era 1970-an. Ia menempuh pendidikan di berbagai lembaga seni budaya bergengsi seperti Himpunan Budaya Surakarta (HBS), Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, hingga Habiranda Yogyakarta.
Kariernya melesat setelah tampil perdana di Radio Republik Indonesia (RRI) pada tahun 1968. Penampilannya yang penuh karakter membuat publik terpesona dan mengantarkan dirinya menjadi salah satu dalang paling berpengaruh di Indonesia.
Pada tahun 1978, ia diangkat menjadi abdi dalem Penewu Anon-anon bergelar Mas Ngabehi Lebdocarito, sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya terhadap budaya Jawa.
Baca juga: Isak Tangis Iringi Kedatangan Jenazah Ki Anom Suroto di Rumah Duka Sukoharjo
Tampil di lima benua
Nama Ki Anom Suroto tak hanya harum di dalam negeri. Ia menjadi dalang Indonesia pertama yang sukses menembus lima benua. Pada tahun 1991, ia tampil dalam Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS), dan turut mendalang di berbagai negara seperti Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia, hingga Rusia.
Atas rekomendasi Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi, ia bahkan sempat dikirim ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani untuk memperdalam ilmu tentang mitologi dewa-dewa dalam pewayangan.
Kolektor penghargaan dan gelar kehormatan
Perjalanan panjangnya di dunia seni membawa banyak penghargaan bergengsi. Beberapa di antaranya:
- Satya Lencana Kebudayaan RI dari Presiden Soeharto (1995)
- Dalang Kesayangan dalam Pekan Wayang Indonesia VI (1993)
- Anugerah Lebdocarito dari Keraton Surakarta (1997), di mana ia diangkat menjadi Bupati Sepuh bergelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro
Sosok humanis yang dekat dengan tokoh nasional
Selain dikenal sebagai maestro dalang, Ki Anom juga merupakan sosok yang rendah hati dan aktif berjejaring dengan berbagai tokoh bangsa.
Pada November 2023, ia tercatat tergabung sebagai Co-Capt 9 Timnas Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar (AMIN) serta menjadi Pembina Komunitas Pelestari Seni Budaya Nusantara (KPSBN).
“Kita selalu menjaga silaturahmi dengan para dalang ya termasuk hari ini,” ujar Anies Baswedan kepada TribunSolo.com.
“Momen pada sore hari ini kami bisa silaturahmi dengan semua dalang-dalang se-Jawa Tengah,” tambahnya. “Hanya diskusi kebudayaan,” lanjut Anies.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam pelestarian budaya.
“Poin terpenting yaitu nantinya komunitas ini bisa difasilitasi oleh tiga pelaku utama, ada unsur pemerintah, ada unsur pelaku seni dan unsur masyarakat,” ujarnya.
Warisan abadi untuk dunia wayang
Kepergian Ki Anom Suroto meninggalkan kekosongan besar di jagat pedalangan. Ia dikenang sebagai dalang dengan cengkok suara khas, pembawaan halus, dan narasi penuh makna filosofis.
Pesan terakhirnya menjadi warisan moral bagi generasi penerus: menjaga seni pewayangan bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga menjaga nilai-nilai kehidupan dan kebijaksanaan Jawa yang luhur.