Pengungsi Longsor Banjarnegara Mulai Jenuh di Hari Ketujuh
![]() |
| Pengungsi longsor Banjarnegara mulai jenuh di hari ketujuh. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Memasuki hari ketujuh pascalongsor besar di Banjarnegara, kejenuhan mulai melanda para penyintas yang tinggal di lokasi pengungsian.
Minimnya aktivitas membuat banyak warga merasa bosan, lelah, dan ingin kembali ke rumah, meski wilayah tempat tinggal mereka masih dinyatakan sebagai zona merah.
Siti, salah satu pengungsi, mengaku kehilangan rutinitas harian yang biasa ia jalani di rumah.
“Sudah mulai bosan karena di sini tidak ada kegiatan. Biasanya di rumah ada aktivitas, tetapi di sini tidak ada, jadi ingin pulang saja. Rumah saya sebenarnya baik-baik saja, hanya dampak longsorannya mengarah ke dusun saya,” ujarnya.
Keluhan tersebut bukan satu-satunya. Lasri, pengungsi lainnya, masih merasakan sisa-sisa kelelahan fisik akibat bencana.
“Kaki saya masih terasa pegal-pegal,” katanya singkat.
Sementara Payem mengatakan tubuhnya mulai terasa sakit karena tidak bergerak seperti biasanya.
“Biasanya saya bekerja. Di sini tidak bekerja, jadi badan terasa sakit-sakit, pusing, dan mual,” tuturnya.
Keluhan fisik dianggap wajar oleh tim medis
Kepala Pelayanan HEOC Sub Pelayanan Kesehatan, dr. Rizal, membenarkan adanya keluhan fisik dan psikologis dari para pengungsi.
“Para pengungsi mengeluhkan tidak ada aktivitas sehingga merasa jenuh. Secara umum kondisi fisik baik, hanya keluhan pusing dan pegal-pegal. Itu wajar karena saat longsor mereka berlarian dan panik,” jelasnya.
Hingga kini, sebanyak 1.019 jiwa dari 335 keluarga masih bertahan di posko pengungsian.
Dari bencana longsor tersebut, tercatat 10 korban jiwa, dengan delapan di antaranya telah teridentifikasi. Satu korban belum dapat dikenali karena kondisi jenazah tidak utuh.
Tim kesehatan HEOC terus memberikan pemeriksaan rutin dan obat-obatan.
Keluhan terbanyak datang dari lansia perempuan, yang mengalami sakit pinggang, mual, hingga pusing akibat stres dan kondisi tubuh yang rentan.
Dampak psikologis mulai terlihat
Selain masalah fisik, kejenuhan juga ikut memengaruhi kesehatan mental para pengungsi.
Anak-anak kekurangan ruang bermain dan kegiatan yang memadai, sementara orang dewasa kehilangan rutinitas kerja yang biasanya mereka lakukan setiap hari.
Banyak pengungsi berharap dapat segera pulang.
Namun tanah yang masih labil dan tebing yang rawan runtuh membuat pemerintah belum dapat mengizinkan warga kembali ke rumah masing-masing.
Pemerintah daerah bersama tim penanganan bencana menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik sekaligus menyediakan dukungan psikologis agar kondisi para pengungsi tetap stabil selama masa tanggap darurat berlangsung.

