Bali Jadi Pusat Konferensi Sekolah Cambridge, Lima Komunitas Baru Diluncurkan untuk Guru Asia Pasifik
![]() |
| Bali jadi pusat konferensi sekolah Cambridge, lima komunitas baru diluncurkan untuk guru Asia Pasifik. (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID — Pulau Bali kembali menegaskan posisinya sebagai pusat pertemuan global dengan menjadi tuan rumah Cambridge Schools Conference (CSC) yang mempertemukan ratusan pemimpin sekolah dan pendidik dari berbagai negara.
Dalam forum internasional ini, Cambridge University Press & Assessment sekaligus meluncurkan lima komunitas sekolah regional baru untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.
Konferensi yang digelar secara tatap muka tersebut dihadiri lebih dari 340 pemimpin sekolah dan guru dari lebih dari 200 Sekolah Cambridge International yang berasal dari 37 negara.
Bali dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan karena Indonesia sendiri memiliki 19 Sekolah Cambridge, menjadikannya salah satu pusat pendidikan internasional di kawasan.
Mempersiapkan pendidikan yang siap masa depan
Cambridge Schools Conference mengusung tema besar yang terinspirasi dari laporan terbaru Cambridge berjudul Future-ready: Preparing learners to thrive in the future.
Tema ini menyoroti bagaimana sekolah dapat membekali peserta didik dengan ketangguhan, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan masa depan di tengah perubahan global yang cepat.
Selama tiga hari pelaksanaan, para peserta terlibat dalam diskusi mendalam mengenai pendekatan inovatif dalam pengajaran dan kepemimpinan sekolah, sekaligus berbagi praktik terbaik dari berbagai negara.
Dr Ben Schmidt dari Cambridge University Press & Assessment menilai konferensi ini memiliki nilai strategis bagi dunia pendidikan.
"Konferensi ini sangat berharga karena memberi kami kesempatan untuk mendengar langsung dari para pemimpin sekolah dan guru, belajar dari pengalaman mereka, serta bertukar gagasan mengenai pendekatan terbaru dalam pengajaran dan pembelajaran guna mempersiapkan siswa menghadapi masa depan."
Lima komunitas Cambridge baru diluncurkan
Selain konferensi, Cambridge juga meluncurkan lima komunitas regional baru yang dirancang untuk mendukung guru dan pemimpin sekolah di Asia Tenggara dan Pasifik.
Peluncuran ini dinilai krusial, mengingat UNESCO memprediksi kekurangan guru global mencapai 44 juta pada 2030, sementara Indonesia sendiri masih kekurangan sekitar 1,3 juta guru, termasuk yang belum tersertifikasi.
Kelima komunitas tersebut hadir sebagai wadah kolaborasi, berbagi praktik, dan penguatan kapasitas pendidik di kawasan.
1. Cambridge Sustainability & Climate Action
Dipimpin oleh Jennifer Angeles dari SIS Group of Schools, Jakarta, komunitas ini berfokus pada integrasi isu keberlanjutan dan perubahan iklim dalam pembelajaran sehari-hari. Komunitas ini terbuka bagi para pendidik melalui Facebook.
"Karena dunia sedang berubah, kita juga harus berubah. Aksi iklim bukan sekadar isu ini terjadi sekarang dan berdampak pada kehidupan serta komunitas nyata. Komunitas ini adalah ruang bagi guru, pendidik, dan pemimpin pendidikan untuk berbagi ide, berkolaborasi, dan bersama-sama menciptakan dampak yang benar-benar mengubah kehidupan."
2. Cambridge Innovation & Entrepreneurship
Komunitas ini dipimpin Manmeet Kaur, Guru Humaniora di HELP International School, Kuala Lumpur.
Fokusnya adalah menumbuhkan inovasi dan pola pikir kewirausahaan di ruang kelas, serta mendorong siswa menjadi pemecah masalah.
"Pekerjaan yang ada saat ini mungkin tidak lagi ada dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Oleh karena itu, kita perlu membekali peserta didik tidak hanya dengan pengetahuan teknis, tetapi juga keterampilan masa depan dan pola pikir kewirausahaan yang membantu mereka beradaptasi, belajar dari kegagalan, dan berkembang dalam perubahan."
3. Cambridge Adaptability & Wellbeing
Dipimpin oleh Dr Poonam Shokeen dari SBS International School Chiang Mai, Thailand, komunitas ini menitikberatkan pada kesejahteraan dan ketangguhan siswa maupun pendidik.
"Melalui komunitas ini, para pendidik dapat mempelajari berbagai gagasan untuk mendukung kesejahteraan komunitas mereka. Sangat penting bagi kita untuk saling belajar, menjaga diri kita sebagai pendidik, dan mengembangkan strategi untuk mengisi kembali kesejahteraan diri kita agar dapat mendukung orang lain, termasuk para siswa."
4. Cambridge Future-Ready Learning
Komunitas ini dipimpin oleh Matthew Gallagher dari Nobel International School, Selangor, Malaysia.
Fokus utamanya adalah pembelajaran lintas disiplin untuk membangun keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan penalaran etis.
"Saya mengundang para guru dari seluruh kawasan Asia Tenggara dan Pasifik yang tertarik untuk meningkatkan keterampilan mereka dan memastikan bahwa siswa siap menghadapi masa depan."
5. Cambridge AI & Digital Skills
Dipimpin Liam Egan, Head of EAL/EIP di UCSI International School Kuala Lumpur, komunitas ini menyoroti pendekatan bijak dan bertanggung jawab terhadap penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan.
"AI sudah membentuk cara siswa membaca, menulis, berpikir, dan mengakses informasi. Namun, banyak sekolah masih mencari cara untuk meresponsnya secara praktis dan bertanggung jawab."
Mendorong konektivitas pendidik di Asia Pasifik
Regional Director Southeast Asia & Pacific, International Education Cambridge, Kanjna Paranthaman, menjelaskan bahwa pembentukan komunitas ini menjawab kebutuhan kuat para pendidik untuk saling terhubung.
"Cambridge adalah sebuah komunitas yang terdiri dari lebih dari 10.000 sekolah di 160 negara. Di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, kami menyadari adanya keinginan yang kuat dari para pendidik untuk saling terhubung."
Melalui konferensi dan peluncuran komunitas ini, Cambridge berharap kolaborasi antarpendidik di Asia Tenggara dan Pasifik semakin solid, sehingga praktik terbaik dapat diterapkan secara luas demi menciptakan pendidikan yang benar-benar siap menghadapi masa depan.

