Psikolog Ingatkan Resolusi Tahun Baru Bukan Beban, Tapi Bentuk Sayang Diri
![]() |
| Ilustrasi. Psikolog ingatkan resolusi tahun baru bukan beban, tapi bentuk sayang diri. (Dok. Pexels) |
PEWARTA.CO.ID — Menyusun resolusi tahun baru seharusnya tidak dipandang sebagai tekanan atau hukuman atas kekurangan diri, melainkan sebagai wujud menyayangi diri sendiri.
Hal ini disampaikan Psikolog Klinis Personal Growth, Phoebe Ramadina M.Psi., Psikolog, yang menekankan pentingnya menetapkan resolusi secara realistis dan bertahap.
Menurut Phoebe, resolusi yang disusun dengan pendekatan ringan akan lebih mudah dijalani dan berpeluang besar untuk konsisten dilaksanakan.
“Mulailah dari langkah kecil yang realistis, fokus pada proses, dan beri apresiasi pada setiap kemajuan sekecil apa pun,” kata Phoebe saat dihubungi ANTARA, Senin.
Hindari resolusi terlalu tinggi dan umum
Phoebe menjelaskan, banyak orang kerap menetapkan resolusi yang terlalu umum, terlalu tinggi, atau terlalu banyak dalam satu waktu. Akibatnya, resolusi terasa berat bahkan sebelum benar-benar dijalankan.
Ia menyarankan agar resolusi disesuaikan dengan nilai hidup dan kondisi nyata masing-masing individu, bukan sekadar mengikuti tren atau ekspektasi sosial.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya berhenti membandingkan pencapaian diri dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ritme, tantangan, dan kapasitas hidup yang berbeda-beda.
“Resolusi yang sehat sebaiknya spesifik, jelas, bisa diukur, dan dapat dilakukan secara bertahap. Resolusi juga perlu relevan dengan kebutuhan emosional dan situasi hidup kita sekarang, bukan sekadar mengikuti standar orang lain,” ujar psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Target jelas bantu bangun kebiasaan baru
Resolusi yang terukur dan jelas, menurut Phoebe, akan memudahkan otak membangun kebiasaan baru.
Target yang terasa mungkin dicapai akan lebih memotivasi dibandingkan target besar yang justru menimbulkan rasa takut.
Ia menambahkan, resolusi yang selaras dengan kebutuhan pribadi dan dijalani secara bertahap cenderung membawa perasaan positif, bukan tekanan.
Resolusi gagal bukan tanda kegagalan diri
Phoebe juga menegaskan bahwa resolusi tahun lalu yang belum tercapai tidak dapat langsung dimaknai sebagai kegagalan.
Hal tersebut justru bisa menjadi sinyal adanya faktor tertentu yang perlu dievaluasi, mulai dari target yang kurang realistis, perubahan kondisi hidup, hingga kelelahan fisik dan emosional.
“Apa yang terpenting adalah melakukan refleksi, bukan menghakimi diri. Kita perlu bertanya dengan jujur pada diri sendiri tentang hambatan apa yang muncul, lalu menyesuaikan kembali target agar lebih sesuai dengan kapasitas kita. Sikap ini membantu kita belajar dari pengalaman, dan tidak tenggelam dalam rasa bersalah,” kata Phoebe.
Resolusi sebagai arah pertumbuhan
Ia menekankan bahwa resolusi tahunan tidak harus selalu tercapai sepenuhnya.
Tidak tercapainya resolusi tidak membuat seseorang menjadi pribadi yang gagal atau kurang berharga.
Sebaliknya, hal itu bisa menandakan adanya pertumbuhan diri, perubahan prioritas hidup, atau meningkatnya kesadaran akan batas kemampuan diri.
Phoebe mengajak masyarakat untuk memandang resolusi sebagai sarana refleksi dan penunjuk arah pertumbuhan, bukan kontrak mutlak yang harus dipenuhi tanpa mempertimbangkan dinamika kehidupan.

