UMP 2026 Diprotes Buruh, Pengusaha Beri Catatan: Ini 5 Fakta Penting Aturan Baru Pengupahan
![]() |
| Ilustrasi. UMP 2026 diprotes buruh, pengusaha beri catatan: Ini 5 fakta penting aturan baru pengupahan. (Dok. BRI) |
PEWARTA.CO.ID — Kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 kembali memantik polemik.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan yang memuat formula baru penetapan upah menuai penolakan keras dari kalangan buruh.
Di sisi lain, pengusaha menyatakan menghormati kebijakan tersebut, meski menyertakan sejumlah catatan penting. Pemerintah pun angkat bicara untuk menjelaskan dasar dan tujuan aturan baru ini.
Berikut rangkuman lima fakta krusial terkait kenaikan UMP 2026 yang kini menjadi sorotan publik nasional.
1. Buruh tegas menolak formula UMP 2026
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan penolakan buruh terhadap PP Pengupahan lantaran minimnya pelibatan serikat pekerja dalam pembahasan substansi aturan.
“Buruh tidak pernah diajak berdiskusi untuk merumuskan PP Pengupahan ini. Yang terjadi hanyalah sosialisasi sepihak, itu pun hanya satu kali di Dewan Pengupahan. Tidak ada dialog, tidak ada pembahasan mendalam,” tegas Said Iqbal dalam konferensi pers, Rabu (17/12/2025).
Menurut KSPI, hingga kini isi lengkap PP Pengupahan tidak pernah disampaikan secara terbuka kepada serikat pekerja.
Sosialisasi yang dilakukan pemerintah dinilai bersifat formalitas dan tidak memberi ruang koreksi.
KSPI juga menilai terdapat indikasi penurunan standar perlindungan upah, terutama pada perubahan definisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Buruh menegaskan KHL seharusnya tetap merujuk Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 dengan 64 item kebutuhan hidup.
“Pemerintah seolah membuat definisi KHL versi baru secara sepihak. Ini sangat berbahaya karena KHL adalah fondasi utama pengupahan,” ujarnya.
Selain itu, KSPI mengkritik metode penghitungan yang tidak menjadikan Survei Biaya Hidup (SBH) Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan utama.
"Namun dalam praktiknya, SBH tidak dijadikan acuan utama, sehingga membuka ruang manipulasi angka dan melemahkan posisi buruh dalam penetapan upah minimum," lanjutnya.
Terkait indeks tertentu atau Alfa, KSPI menegaskan hanya menerima nilai 0,9.
“Karena itu sikap KSPI jelas, kami akan memperjuangkan indeks tertentu 0,9. Di bawah itu, upah buruh tidak akan mampu mengejar kenaikan harga kebutuhan hidup,” tegas Said Iqbal.
2. Pengusaha hormati aturan, minta kebijakan bijak
Dari sisi pengusaha, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menyatakan pihaknya menghormati PP Pengupahan sebagai dasar penetapan upah minimum 2026.
“Dunia usaha berharap para gubernur dapat menjalankan kewenangannya secara bijak dan bertanggung jawab, serta menjauhkan penetapan upah minimum dari dinamika politisasi,” ujar Shinta.
Menurut Apindo, penetapan upah minimum harus mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah, daya saing, tingkat penyerapan tenaga kerja, angka pengangguran, hingga struktur industri.
“Dengan demikian, kebijakan pengupahan benar-benar mendukung penciptaan dan keberlanjutan lapangan kerja formal di Indonesia,” ujar Shinta.
Apindo juga mendorong penggunaan nilai Alfa secara proporsional.
Untuk daerah dengan upah minimum di atas KHL, Alfa disarankan di kisaran 0,1–0,3, sedangkan daerah di bawah KHL dapat menggunakan Alfa lebih tinggi, yakni 0,3–0,5.
3. Kadin soroti risiko ke industri
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin menilai penerapan PP Nomor 49 Tahun 2025 perlu diimbangi kebijakan pendukung.
Saleh menilai kenaikan upah memang berpotensi meningkatkan daya beli, namun dampaknya tidak instan.
Sebaliknya, kenaikan biaya produksi dirasakan lebih cepat oleh industri.
"Tanpa kebijakan pendukung yang kuat, seperti peningkatan produktivitas tenaga kerja, insentif investasi industri, dan penguatan rantai pasok domestik, pertumbuhan sektor industri nonmigas ke depan berisiko bergerak lebih lambat dibandingkan potensinya," ujarnya.
4. Penjelasan resmi Kemnaker soal formula baru
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan PP Pengupahan disusun melalui kajian mendalam dan pembahasan panjang sebelum diputuskan Presiden.
“Setelah memperhatikan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak, khususnya dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5-0,9,” tulis Kemnaker dalam keterangan resminya, Rabu (17/12/2025).
Nilai Alfa disebut merepresentasikan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Rentang Alfa 0,5–0,9 dinilai lebih progresif dibanding aturan lama yang hanya 0,1–0,3.
Kemnaker menegaskan aturan ini juga merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023.
Perhitungan teknis kenaikan upah akan dilakukan Dewan Pengupahan Daerah dan direkomendasikan kepada gubernur.
5. UMP 2026 wajib ditetapkan sebelum 24 Desember
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta seluruh gubernur menetapkan UMP 2026 paling lambat 24 Desember 2025.
"Penetapan seluruh upah minimum tahun 2026 yang tadi, terutama ini gubernur sebagai titik sentral, paling lambat tanggal 24 Desember," kata Tito di Jakarta.
Tito menegaskan gubernur berperan sentral dalam menetapkan UMP, UMSP, UMK, dan UMSK sesuai kewenangan daerah.
"Gubernur dapat menetapkan upah minimum untuk kabupaten/kota dan upah minimum sektoral kabupaten (atau kota), tapi 'dapat'," ujarnya.
Terbitnya PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan diharapkan mampu menciptakan sistem pengupahan yang lebih adaptif, berkeadilan, dan seimbang antara kesejahteraan pekerja serta keberlangsungan usaha.
Namun, perbedaan sikap buruh dan pengusaha menunjukkan tantangan besar pemerintah dalam menjaga harmoni hubungan industrial menuju 2026.

