Harga Emas Diprediksi Tembus Rp2,3 Juta per Gram hingga Akhir 2025, Ini Penyebabnya!
![]() |
Ilustrasi. Harga Emas Diprediksi Tembus Rp2,3 Juta per Gram hingga Akhir 2025 |
PEWARTA.CO.ID — Harga emas dunia diperkirakan terus menanjak hingga mencapai rekor baru pada akhir 2025.
Kenaikan ini dipicu kombinasi faktor mulai dari inflasi Amerika Serikat, sikap kebijakan Federal Reserve (The Fed), hingga situasi geopolitik yang semakin memanas.
Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyebut semester II-2025 akan menjadi periode penting bagi reli harga emas.
"Dalam semester kedua 2025, saya optimis harga emas dunia bisa mencapai USD 3.850 per troy ounce dan logam mulia di Rp 2.300.000 per gram," ujar Ibrahim dalam risetnya, Minggu (28/9/2025).
Emas menguat di pasar global
Secara teknikal, perdagangan Jumat pekan lalu mencatat harga emas dunia ditutup menguat di level USD 3.761,15 per troy ounce. Ibrahim memprediksi tren positif ini berlanjut dengan kisaran pergerakan support di USD 3.720,12 hingga resistance USD 3.787,65.
Dalam sepekan mendatang, harga emas diproyeksikan masih bergerak di area support USD 3.711,33 hingga resistance USD 3.814,40.
Ibrahim menegaskan, pergerakan harga emas internasional terbentuk dari gabungan analisis fundamental, teknikal, serta dinamika permintaan dan penawaran global terhadap emas batangan.
Data Inflasi AS jadi pemicu
Kenaikan harga emas juga ditopang rilis data inflasi AS terbaru. Laporan Indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) untuk Agustus menunjukkan inflasi bulanan naik 0,3 persen dan tahunan sebesar 2,7 persen, sesuai ekspektasi pasar.
Selain itu, data PCE mencatat pertumbuhan pendapatan pribadi serta belanja konsumen AS yang melampaui perkiraan analis. Mengingat PCE adalah ukuran inflasi yang paling diperhatikan The Fed, data ini semakin menguatkan posisi emas sebagai aset lindung nilai.
Pejabat The Fed sendiri tampak berhati-hati dalam menentukan arah kebijakan suku bunga. Dua pejabat yakni Stephen Miran dan Michelle Bowman cenderung dovish, mendorong pemangkasan bunga lebih lanjut dengan alasan pasar tenaga kerja melemah. Sebaliknya, Jeffrey Schmid dan Austan Goolsbee bersikap hawkish karena khawatir risiko inflasi terus meningkat.
Meski berbeda pandangan, pasar tetap menaruh ekspektasi adanya pemangkasan bunga tambahan pada Oktober mendatang.
Geopolitik dunia memanas
Selain faktor fundamental, gejolak geopolitik global juga semakin memperkuat posisi emas sebagai aset safe haven.
Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan kebijakan tarif baru mulai 1 Oktober 2025 terhadap sejumlah barang impor, mulai dari farmasi, truk besar, hingga furnitur. Kebijakan ini menambah ketidakpastian ekonomi internasional.
Sementara itu, di Eropa, ketegangan meningkat setelah serangan drone Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia memicu pemangkasan ekspor bahan bakar Negeri Beruang Merah.
Menanggapi hal ini, Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengumumkan larangan sebagian ekspor solar serta memperpanjang larangan ekspor bensin hingga akhir tahun.
Situasi semakin panas setelah NATO mengeluarkan peringatan keras atas potensi pelanggaran wilayah udara negara-negara anggotanya. Kondisi ini semakin mendorong investor global mengalihkan aset ke instrumen aman seperti emas.