Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Mengenal Otrovert, Istilah Kepribadian Baru yang Disebut ‘Antitesis Bluetooth’, Apa Itu?

Mengenal Otrovert, Istilah Kepribadian Baru yang Disebut ‘Antitesis Bluetooth’, Apa Itu?
Ilustrasi. Otrovert, Istilah Kepribadian Baru yang Disebut ‘Antitesis Bluetooth’. (Foto: Dok. Kimberrywood)

PEWARTA.CO.ID — Dunia psikologi kini dihebohkan dengan munculnya istilah kepribadian baru bernama otrovert.

Setelah bertahun-tahun masyarakat mengenal dua kutub kepribadian — introvert dan ekstrovert — kini hadir tipe ketiga yang memperluas pemahaman tentang cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Berbeda dari dua tipe sebelumnya, otrovert menggambarkan sosok yang ramah dan mudah bergaul, tetapi tetap mandiri secara emosional. Mereka tidak mudah larut dalam tekanan kelompok dan justru merasa paling nyaman ketika berada di pinggiran keramaian, bukan di pusat perhatian.

Istilah ini bukan sekadar istilah internet belaka, melainkan hasil gagasan ilmiah dari Dr. Rami Kaminski, seorang psikiater asal New York yang memperkenalkannya melalui buku The Gift of Not Belonging.

Kaminski menguraikan bahwa sebagian orang memang secara alami mudah berempati dan bersosialisasi, namun tidak memiliki kebutuhan besar untuk “menjadi bagian dari kelompok.”

Menurut Kaminski, perhatian seorang otrovert tidak terpusat pada diri sendiri seperti introvert, atau kepada orang lain seperti ekstrovert, melainkan “terfokus di tempat lain.” Kadang arah perhatian itu justru berada pada hal-hal yang tidak disadari orang lain.

Baca juga: Tentang Kepribadian Ambivert, Perpaduan Antara Introvert dan Ekstrovert

Anti ‘Fenomena Bluetooth’

Dalam bukunya, Kaminski menyebut kaum otrovert sebagai pemikir orisinal yang menolak apa yang ia sebut sebagai “fenomena Bluetooth” — yaitu kecenderungan seseorang untuk secara otomatis menyatu dengan emosi atau dinamika sosial sekitarnya tanpa berpikir kritis.

Sikap tersebut, menurutnya, sering kali membuat otrovert terlihat berbeda dan terkadang dianggap ‘dingin’ atau tidak ikut arus. Namun justru di situlah letak keunikan mereka. Dengan tidak mudah terpengaruh, otrovert bisa mempertahankan independensi berpikir dan menumbuhkan kreativitas yang lebih autentik.

“Menolak larut dalam kelompok memang tidak mudah, terutama di lingkungan seperti sekolah atau perusahaan yang sangat menonjolkan kebersamaan. Tapi sikap ini justru menjaga kebebasan berpikir dan mendorong orisinalitas,” ujar Kaminski seperti dikutip dari wawancara yang membahas bukunya.

Baca juga: Ciri-ciri Karyawan Berkepribadian Ambivert, Pimpinan Wajib Tahu!

Bukan gangguan, tapi gaya hidup sosial

Kaminski menegaskan bahwa otroversi bukanlah diagnosis klinis atau bentuk gangguan psikologis. Ia lebih melihatnya sebagai kecenderungan alami atau preferensi seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

“Ini bukan patologi. Banyak otrovert yang tetap populer, bekerja sama dengan baik, dan berempati tinggi. Hanya saja, mereka sering merasa tidak benar-benar memiliki tempat dalam kelompok,” jelasnya dalam salah satu sesi wawancara.

Dengan kata lain, otrovert bukanlah individu antisosial. Mereka tetap bisa menjalin hubungan sosial, hanya saja lebih selektif dan lebih menghargai ruang pribadi serta keaslian hubungan.

Baca juga: 3 Fakta Kepribadian Introvert yang Selama Ini Keliru Dipahami, Ternyata Cuma Mitos!

Ciri dan kehidupan sehari-hari seorang otrovert

Dalam kehidupan sehari-hari, seorang otrovert biasanya lebih berkembang saat bekerja mandiri, tidak menyukai interaksi yang bersifat performatif, serta tidak tertarik untuk mengikuti tren hanya demi diakui.

Media internasional seperti India Today merangkum beberapa karakteristik khas otrovert, antara lain:

  • Nyaman menghabiskan waktu sendirian tanpa merasa kesepian.
  • Lebih menyukai hubungan personal yang mendalam ketimbang lingkaran sosial yang luas.
  • Mengutamakan keaslian diri (autentisitas) dibanding penerimaan sosial.
  • Tidak mudah terbawa arus tren dan tekanan kelompok.

Beberapa laporan juga menyebut Kaminski telah mengembangkan alat tes online untuk membantu individu mengeksplorasi seberapa kuat kecenderungan otroversi dalam dirinya.

Fenomena kepribadian otrovert ini kini ramai diperbincangkan di berbagai platform karena dianggap mewakili banyak orang modern yang hidup di era sosial media — di mana tekanan untuk “menyatu” sering kali bertentangan dengan kebutuhan akan orisinalitas diri.

Advertisement
Advertisement
Advertisement