 |
| Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty. (Dok. Ist) |
Jakarta, PEWARTA – Seiring semakin dekatnya hari pencoblosan pada 14 Februari 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu bahu-membahu memerangi hoaks dan disinformasi yang berpotensi mencederai demokrasi.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, mengungkap hasil penelusuran tim pengawasan siber Bawaslu dan Panwas yang menunjukkan 355 dugaan pelanggaran konten internet (siber) selama tahapan kampanye, dari 28 November hingga 10 Februari 2024.
"Facebook menjadi platform terbanyak dengan 33,2% konten bermasalah, diikuti YouTube dengan 0,6%," ungkap Lolly di pusat media Bawaslu, Senin (12/2/2024).
Pasangan calon presiden/wakil presiden (capres/cawapres) nomor urut 02 menjadi target terbanyak hoaks dan disinformasi dengan 45%, diikuti paslon nomor urut 01 (33%) dan nomor urut 03 (18%).
Menyadari potensi lonjakan hoaks menjelang coblosan, Bawaslu meningkatkan intensitas pencegahan dan pengawasan siber, serta memperkuat kolaborasi dengan platform digital.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu, yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil dan peneliti independen, juga memantau media sosial.
Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, memaparkan temuan koalisi ini.
Hasilnya, YouTube menjadi platform dengan disinformasi terbanyak (44,6%). Selain itu, konten disinformasi juga ditemukan di Facebook (34,4%), TikTok (9,3%), Twitter (8%), WhatsApp (1,5%), dan Instagram (1,4%).
Upaya Bawaslu dan Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu menunjukkan komitmen bersama untuk menjaga demokrasi dari bahaya hoaks dan disinformasi.
Masyarakat pun diimbau untuk kritis dan teliti dalam menerima informasi, serta hanya menyebarkan informasi yang valid dan tepercaya demi terhindar dari hoaks pemilu apapun bentuk dan asal sumbernya.
